Warisi Semangat Gus Dur, Pemuda Lintas Iman Semarang Gelar Lilin Perdamaian
(Semarang, elsaonline.com) – Untuk yang kedua kalinya, elemen lintas agama pecinta Gus Dur di Semarang menggelar peringatan 1000 hari wafatnya sang maestro KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Senin, (1/10). Setelah peringatan 1000 hari Gus Dur dilaksanakan di Kampus III IAIN Walisongo, 28/9 lalu, peringatan nyewu yang kedua kali ini dilaksanakan di jantung Kota Semarang. Tepatnya di taman bundaran Tugu Muda. Dalam kesempatan ini, upaya untuk mewarisi semangat anti kekerasan Gus Dur dikemas dalam acara “Lilin Perdamaian untuk Semarang Tanpa Kekerasan”.
Atas kerjasama antara Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Generasi Muda Jawa Tengah, Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Walisongo Semarang, Pemuda Agama Khonghucu Indonesia (PAKIN) Semarang, Komunitas Persaudaraan Sejati (Kompers), Oikos Fellowship Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang akhirnya acara ini sukses diselenggarakan.
Dalam kesempatan memperingati 1000 hari wafatnya Gus Dur, seluruh elemen pemuda lintas iman yang juga rata-rata pengagum Gus Dur ini, mempunyai inisiatif untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Untuk menetralisir ketegangan-ketegangan antar agama, mereka mencoba mengambil langkah antisipasi, salah satunya dengan mendeklarasikan Semarang Tanpa Kekerasan. “Dalam momen yang sangat baik ini (nyewu Gus Dur-red) kami mempunyai inisiatip untuk mendeklarasikan Semarang anti kekerasan. Semua ini dilakukan demi menjaga kebersamaan dan keharmonisan antar umat beragama,” papar Iman Fadhilah selaku ketua FKUB Generasi Muda.
Hal senada juga diungkapkan oleh Tedi Kholiludin selaku direktur eLSA. Tedi mengatakan “Bahwa selama ini yang terjadi kasus-kasus kekerasan antar agama selalu saja terlambat penangananya. Aparat keamanan selalu kecolongan. Setelah ada korban baru bertindak. Dari itu, di Semarang hal-hal yang demikian harus diantisipasi benar. Karena jika terlambat akibatnya fatal, seperti halnya yang terjadi di Sampang beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Meskipun kita tidak mungkin untuk bisa seperti Gus Dur, paling tidak ada sedikit yang bisa ditiru dari Gus Dur yang selalu melindungi semua manusia, tanpa ada sekat. “Mari kita semua menjadi seperti matahari. Matahari tanpa tebang pilih menyinari semua isi bumi ini. Tanpa ada sekat agama, keyakinan, ras dan sebagainya. Hal ini juga dilakukan Gus Dur semasa hidupnya,” jelas Wawan, dari Oikos Fellowship Semarang.
Rofiudin, dari AJI Semarang merefleksikan apa yang belakangan ini terjadi diSemarangkaitanya dengan konflik bernuansa agama. Pertama kasus sidang gandekan dan kedua kasus demo penolakan terhadap film innocence of muslim yang menyebabkan kekhawatiran masyarakatSemarangakan terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Dengan adanya Deklarasi Tugu Muda untukSemarangtanpa kekerasan sekaligus peringatan 1000 Gus Dur, semoga sajaSemarangmenjadi kondusif. Tidak seperti di daerah lainya yang selalu saja terjadi kekerasan karena perbedaan paham keagamaan.”Semoga saja diSemarangtidak terjadi kekerasan seperti yang terjadi di beberapa daerah diluar Jawa Tengah,” pungkas Rofiudin.
Selain diisi refleksi, Lilin Perdamaian yang diikuti oleh sekitar 120an peserta ini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi, nyanyian rohani serta aksi teatrikal dari Teater Soko Bumi PMII Rayon Dakwah Komisariat Walisongo. Kordinator aksi, Ahmad Lathif atau yang biasa dipanggil Ambon mengatakan bahwa aksi damai ini merupakan jembatan pemersatu komunitas lintas agama diSemarang. Nantinya akan ada aksi-aksi damai berikutnya yang digalang secara bersamaan. (Ceprudin/elsa-ol)
Atas kerjasama antara Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Generasi Muda Jawa Tengah, Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Walisongo Semarang, Pemuda Agama Khonghucu Indonesia (PAKIN) Semarang, Komunitas Persaudaraan Sejati (Kompers), Oikos Fellowship Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang akhirnya acara ini sukses diselenggarakan.
Dalam kesempatan memperingati 1000 hari wafatnya Gus Dur, seluruh elemen pemuda lintas iman yang juga rata-rata pengagum Gus Dur ini, mempunyai inisiatif untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Untuk menetralisir ketegangan-ketegangan antar agama, mereka mencoba mengambil langkah antisipasi, salah satunya dengan mendeklarasikan Semarang Tanpa Kekerasan. “Dalam momen yang sangat baik ini (nyewu Gus Dur-red) kami mempunyai inisiatip untuk mendeklarasikan Semarang anti kekerasan. Semua ini dilakukan demi menjaga kebersamaan dan keharmonisan antar umat beragama,” papar Iman Fadhilah selaku ketua FKUB Generasi Muda.
Hal senada juga diungkapkan oleh Tedi Kholiludin selaku direktur eLSA. Tedi mengatakan “Bahwa selama ini yang terjadi kasus-kasus kekerasan antar agama selalu saja terlambat penangananya. Aparat keamanan selalu kecolongan. Setelah ada korban baru bertindak. Dari itu, di Semarang hal-hal yang demikian harus diantisipasi benar. Karena jika terlambat akibatnya fatal, seperti halnya yang terjadi di Sampang beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Meskipun kita tidak mungkin untuk bisa seperti Gus Dur, paling tidak ada sedikit yang bisa ditiru dari Gus Dur yang selalu melindungi semua manusia, tanpa ada sekat. “Mari kita semua menjadi seperti matahari. Matahari tanpa tebang pilih menyinari semua isi bumi ini. Tanpa ada sekat agama, keyakinan, ras dan sebagainya. Hal ini juga dilakukan Gus Dur semasa hidupnya,” jelas Wawan, dari Oikos Fellowship Semarang.
Rofiudin, dari AJI Semarang merefleksikan apa yang belakangan ini terjadi diSemarangkaitanya dengan konflik bernuansa agama. Pertama kasus sidang gandekan dan kedua kasus demo penolakan terhadap film innocence of muslim yang menyebabkan kekhawatiran masyarakatSemarangakan terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Dengan adanya Deklarasi Tugu Muda untukSemarangtanpa kekerasan sekaligus peringatan 1000 Gus Dur, semoga sajaSemarangmenjadi kondusif. Tidak seperti di daerah lainya yang selalu saja terjadi kekerasan karena perbedaan paham keagamaan.”Semoga saja diSemarangtidak terjadi kekerasan seperti yang terjadi di beberapa daerah diluar Jawa Tengah,” pungkas Rofiudin.
Selain diisi refleksi, Lilin Perdamaian yang diikuti oleh sekitar 120an peserta ini juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi, nyanyian rohani serta aksi teatrikal dari Teater Soko Bumi PMII Rayon Dakwah Komisariat Walisongo. Kordinator aksi, Ahmad Lathif atau yang biasa dipanggil Ambon mengatakan bahwa aksi damai ini merupakan jembatan pemersatu komunitas lintas agama diSemarang. Nantinya akan ada aksi-aksi damai berikutnya yang digalang secara bersamaan. (Ceprudin/elsa-ol)