Hakikat dari yang Sakral Eliade
Ubbadul Adzkiya’
Eliade
(1907 - 1986) adalah seorang tokoh yang sangat berpengetahuan sangat luas dan
mempunyai talenta dalam karya tulis fiktif dan mengabadikan seluruh hidupnya
kepada studi tentang perbandingan agama. Kalau kita telah mengupas teori yang
dikemukakan oleh Freud, Dukheim, dan Marx yang bagi Eliade adalah terlalu
reduksionis. Kritikan eliade terhadap ketiganya sangatlah keras, baginya teori
reduksionis merupakan kesalahpahaman paling fatal dalam memahami peranan agama
bagi kehidupan masyarakat, baginya yang paling tepat menggunakan pendekatan
humanistik.
Pijakan
dasar yang dipakai oleh Eliade dalam menghasilkan teori-teori adalah dua
aksioma sebagai bangunan dasarnya. Pertama, posisinya yang sangat berseberangan
dengan kamum redoksionis, Eliade sangat yakin terhadap keindependenan atau
keotonomian agama yang menurutnya tidak bisa hanya diartikan sebagai produks
“realitas yang lain”. Agama baginya harus dipahami sebagai sesuatu yang konstan
(variabel independen), sedangkan aspek-aspek kehidupan lain seperti social,
psikologis, ekonomi, harus bergantung pada agama.
Kedua,
merujuk pada metode yan dipakai, bagi Eliade dalam memahami agama kita harus menggunakan
‘phenomenology’ yaitu studi komparasi tentang bentuk sesuatu atau
penampakan yang dimunculkan sesuatu itu kepada kita, pada hakikatnya sebagian
ilmu adalah fenomenologi. Kita akan mengetahui tentang agama baik kepercayaan
atau ritualnya adalah dengan jalan membandingkannya dengan agama-agama lainnya.
Di
masyarakat sudah umum istilah yang sakral dan yang profan, dua isitilah yang dimunculkan oleh Durkheim
dalam peneletiannya tentang masyarkat. Eliade mempunyai pandangan yang berbeda
tentang kedua istilah tersebut. Ketika berbicara tentang yang sakral, Eliade
menganggap kepercayaan klan ini tidak sama seperti yang dipikirkan Durkheim.
Menurutnya, fokus perhatian agama adalah supernatural, sifatnya mudah
dimengerti dan sangat sederhana. Agama terpusat pada dan dari yang sakral,
bukan hanya sekedar menggambarkan agama seperti yang dilihat dari kacamata
social. Meskipun dia sepakat dengan istilah yang digunakan oleh Dukheim namun
dalam pendefenisian agama sebagai kepercayaan lebih dekat dengan Tylor dan
Frazer.
Eliade
memaksa kita untuk berfikir kembali tidak hanya tentang Durkheim, tapi juga
tentang seorang ilmuwan lain yang jadi pembimbingnya. Sehingga konsep Eliade
tentang yang sakral yang dipengaruhi oleh konsep Otto. Eliade mengatakan bahwa
dalam perjumpaan dengan yang sakral, seseorang merasa disentuh oleh suatu yang
nir-duniawi. Tanda-tanda orang yang mengalami perjumpaan ini diantaranya,
mereka merasa sedang menyentuh satu realitas yang belum pernah dikenal
sebelumnya, sebuah dimensi yang eksistensi yang maha kuat, sangat berbeda dan
merupakan realitas abadi yang tiada bandingannya.
0 komentar:
Post a Comment