Review Pemikiran Edwards Evans-Pritchard
Edwards Evans-Pritchard |
Ubbadul Adzkiya'
Edwards
Evans-Pritchard, seorang antropolog modern yang mempunyai pemikiran berlian.
Dia membuat kejutan-kejutan dengan menyatakan bahwa jika teori-teori agama
dijadikan subjek maka itu tidak akan ada artinya. Sehingga dari landasan
berfikirnya tersebut banyak pengamat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang
anti teori agama.
Karyanya
yang terkenal pada tahun 1960 an, Theories of Primitive Religion yang
berisi tentang misinya untuk menelanjangi skema-skema uraian yang ambisius daru
figure-figur besar antropologi dan studi agama, tidak terkecuali teoritikus
dari tylor hingga marx dan sebagainya. Yang menjadi lebih dan disegani dari
karyanya tersebut, karena ia melakukan penelitian langsung dengan turun dan
berbaur dengan komunitas yang menjadi objeknya.
Evans-Pritchard
adalah seorang teoritikus yang telah masuk ke dalam dua jenis masyarakat
primitive, mempelajari bahasa mereka, hidup bersama mereka dalam isitiadat
mereka dan berniat mempelajari perilaku mereka. Jadi apa yang dia lakukan
merupakan bentuk upaya untuk menyempurnakan risetnya, tidak seperti peneliti
lainnya yang membuat teori hanya dengan “duduk manis” di belakang meja dan
membuat keputusan/teori yang berlandaskan spekulasi-spekulasi belaka.
Tapi, perlu
diketahui juga bahwa dengan apa yang dilakukan oleh Evans-Pritchard kemudian
menghasilkan sebuah gagasan yang 180 derajat berbeda dengan teoritikus
sebelumnya, dia tetap mengakui hasil penetiaan sebelumnya, tapi baginya itu belumlah
cukup dan kurang sempurnya.
Salah satu
yang menjadi penelitiannya, tenung (witchraft), wangsit dan kekuatan
magis yang menjadi kebiasaan Suku Azande, baginya pikiran magis ialah
kepercayaan bahwa beberapa aspek kehidupan bisa dikontrol oleh daya mistik atau
kekuatan supranatural. Dia tidak dapat menerima apa yang diyakini Tylor dan
Frazer bahwa orang-orang primitive itu irrasional atau kekanak-kanakan. Di luar
keyakinan tersebut masyarakat primitif pasti mempunyai bukti-bukti yang
mendukung keyakinan mereka.
Menurutnya,
orang-orang Azande sepenuhnya adalah logis, punya rasa ingin tahu yang besar
dan mampu mempertanyakan segala sesuatu. Dalam kehidupan sehari-hari mereka
cerdas dan memiliki daya tangkap yang tinggi. Mereka telah memiliki ketrampilan
dalam membikin kerajinan-kerajinan tangan, imajinasi bahasa yang tinggi dan
mempunyai kemampuan bertahan hidup yang hebat. Intinya adalah mereka
orang-orang yang sangat cerdas, sophisticated dan progresif. Dan yang
aneh menurut Evans-Pritchard adalah mereka menyerahkan bagian hidup mereka
kepada wangsit-wangsit, magis dan ritual lainnya.
Hal ini
sebetulya senada dengan anggapan masyarakat luas di Indonesia yang menganggap
suku-suku lokal yang ada di Negara kita sebagai orang “terbelakang”. Sebut saja
semisal suku Samin yang mayoritas ada di sebagian kecil wilayah Kabupaten
Kudus, Blora dan Pati. Masyarakat menjustifikasi mereka sebagai orang yang anti
dengan teknologi , tidak punya etika, tidak berpendidikan, dan banyak hal yang
negative diindentikkan kepada mereka.
Anggapan
tersebut berlawanan dengan kenyataan mereka yang mempunyi kearifan lokal yang
sangat mengagumkan. Salah satu contohnya komitmen mereka untuk melestarikan
alam sekitar. Dan juga kesadaran mereka akan dunia pendidikan dan teknologi.
Apa yang diungkapkan oleh Evans-Pritchrad sesuai dengan yang terjadi di sekitar
kita, bagaimana sebagian masyarakat kita menganggap mereka yang berbeda dengan
kita terutama suku-suku lokal atau kepercayaan lokal tidak masuk akal dan
kekanak-kanakan.
Disarikan dari Daniel L. Pals, Dekontruksi Kebenaran
0 komentar:
Post a Comment