Orientalisme Kontemporer
Kalau kita mau melihat sejarah fase perkembangan orientalisme, paling
tidak kita bisa melihat dari beberapa fase berikut secara garis besar; pertama,
masa sebelum meletusnya perang salib. Kedua, masa perang salib sampai masa
penceraha eropa. Ketiga, munculnya masa pencerahan di Eropa sampai masa
sekarang ini.
Pada masa sekarang ini rasio mulai
meningkat, dimana sebuah tulisan yang dibutuhkan adalah objektif, bukan
mengada-ada. Mulailah muncul karya-karya mengenai Islam yang mencoba bersifat
positif, misalnya tulisan Voltaire (1684-1778) dan Thomas Carlyle (1896-1947).
Tidak semua tulisan mengenai Islam mengandung serangan-serangan dan
menjelek-jelekkan, akan tetapi mulai ada penghargaan terhadap Nabi Muhammad saw
dan Alquran serta ajaran-ajarannya.
Setelah
masa pencerahan datanglah masa kolonialisme. Orang Barat datang ke dunia Islam
untuk berdagang dan kemudian juga untuk menundukkan bangsa-bangsa Timur.
Untuk itu bangsa-bangsa Timur perlu diketahui secara dekat, termasuk agama dan
kultur mereka, karena dengan itu hubungan menjadi lancar dan mereka lebih mudah
ditundukkan. Pada masa ini muncullah karya-karya yang mencoba memberikan gambaran tentang Islam
yang sebenarnya (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
1999:56). Misalnya, tentang agama dan adat istiadat
Indonesia, mucnul tulisan-tulisan Marsden, Affles, Wilken, Keyser, Snounk Hurgrunje, Vollenhoven dan sebagainya.
Bahkan pada saat Napoleon datang ke Mesir pada tahun 1789, ia membawa sejumlah
orientalis untuk mempelajari adat-istiadat, ekonomi, pada petanian Mesir. Di
antara orientalis itu adalah Langles (ahli bahasa Arab), Villteau (mempelajari
musik Arab), dan Marcel (mempelajari sejarah Mesir).
Pada periode ini tulisan-tulisan orientalis ditujukan untuk mempelajari
Islam seobjektif mungkin, agar dunia Islam diketahui dan dipapahami lebih
mendalam. Hal ini perlu karena orientalisme tidak bisa begitu saja terlepas
dari kolonialisme, bahkan juga usaha kristenisasi (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,1999:57;
Hanafi, 2000:27).
Namun begitu, awal abad ke-20 juga ditandai dengan munculnya para
orientalis yang berusaha menulis dunia Islam secara ilmiah dan objektif. Orientalisme
dijadikan sebagai usaha pemahaman terhadap dunia Timur secara mendalam. Dalam
tradisi ilmiah yang baru ini, bahasa Arab dan pengenalan teks-teks klasik
mendapat kedudukan utama. Di antara mereka itu adalah Sir Hamilton A.R. Gibb, Louis Massingnon, W. C. Smith, dan
Frithjof Schuon.
Sir Hamilton A. R. Gibb sangat mengusai bahsa Arab dan dapat berceramah
dengan bahasa Arab, sehingga ia diangkat menjadi anggota al-Majma' al-'Ilm al
-'Arabi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Arab) di
Damaskus dan al-Majma' al-Lughah al-Arabiyah (Lembaga Bahasa Arab) di
Cairo, Mesir. Ia memandang Islam sebagai agama yang dinamis dan Nabi Muhammad
saw mempunyai akhlak yang baik dan benar. Gibb menulis buku tentang Islam dalam
berbagai aspeknya sehingga mencapai lebih dari 20 buah, sehingga oleh
orientalis lain ia dipandang sebagai Imam mereka tentang Islam.
Sama seperti Gibb, Louis Massingnon juga mahir berbahasa Arab dan
menjadi anggota al-Majma' al-Ilm al -'Arabiy serta al -Majma' al-Lughawi. Ia
pernah menjadi dosen filsafat Islam di Universitas Cairo. Ia mengatakan bahwa
berkat adanya tasawuf, Islam menjadi agama internasional yang pengiktunya ada
diseluruh dunia (Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam,1999:57).
W.C. Smith mempunyai ilmu yang mendalam tentang Islam. Ia adalah pendiri Institut pengkajian
Islam di Universitas McGill di Montreal, Canada. Ia mengatakan bahwa Tuhan
ingin menyampaikan risalah kepada manusia. Untuk itu Tuhan mengirim rasul-rasul
dan salah satu di antara rasul itu ialah Nabi Muhammad saw.
Frithof Schuon menulis buku dengan judul
Understanding Islam yang mengdapat sambutan baik di dunia Islam. Sayid
Hussein an-Nashr (ahli ilmu sejarah dan filsafat), misalnya, menyebut buku
tersebut sebagai buku terbaik tentang Islam sebagai agama dan tuntutan hidup.
Meskipun demikian, tidak semua pendapat yang ditulis oleh para
orientalis modern tentang Islam dapat diterima oleh rasa keagamaan umat Islam,
meskipun secara rasional pendapat tersebut benar. Beberapa di antara mereka
tidak luput dari kesalahan dalam memberikan interpretasi terhadap ajaran-ajaran
Islam, di samping juga banyak yang benar.
0 komentar:
Post a Comment