Seklumit tentang Dialog
Pada catatan ini
menjelaskan tentang bagaimana kita melihat tentang penggunaan istilah dialog
dalam hubungannya dengan agama lain. Ada yang menyebut dengan dialog antar
iman, istilah ini dimengerti sebagai dialog antar umat beragama berbeda iman
yang dijalankan secara personal maupun komunal. Ada juga yang menggunakan
istilah dialog antar agama, merupakan dialog yang dijalankan oleh umat berbeda
agama dengan terorganisir dan secara langsung atau tidak langsung menyangkut
institusi agama.
Hemat saya,
penggunaan istilah dialog antar agama maupun dialog antar iman merupakan cara
pandang seseorang dalam memahami posisi agama dalam sebuah negara. Dialog antar
iman digunakan ketika agama tidak dijadikan sebagai sesuatu yang formal, atau
lebih mudahnya saya menyebut dengan labelisasi agama “resmi dan tidak resmi”.
Sedangkan sekarang di Indonesia sudah ada stempel tentang resmi atau tidaknya
suatu agama.
Di Indonesia dengan
penggunaan istilah dialog agama akan bermakna sempit sekali, karena agama sudah
diresmikan oleh pemerintah, yakni enam agama yang telah diakui. Sehingga yang
terjadi hanya proses dialog yang simbolistik, dialog para elit yang dilakukan
oleh tokoh agama. Proses dialog belum sampai pada tataran masyarakat bawah,
sehingga wajar kalau di masyarakat masih rawan terjadi konfilk antar umat
beragama.
Pandangan masyarakat
mayoritas muslim Indonesia dalam hal dialog juga sangat mempengaruhi dalam
relasi masyarakat dengan non mulim. Terjadi polarisasi pemeluk agama dalam
melihat perbedaan. Dalam hal ini, para agamawan
(Islam) membagi dalam 3 macam polarisasi:
Sikap Ekslusif, yaitu agama lain
dipandang sebagai agama manusia sehingga tidak layak dijadikan pedoman. Umat
lain dianggap sebagai umat yang berada dalam kegelapan, kekufuran dan tidak
mendapatkan petunjuk tuhan. Dalam hal ini setiap agama pasti mempunyai alasan
untuk mengakui bahwa agamanya
adalah yang paling benar.
Oleh karenanya, dalam hal
pergaulan, mereka (aliran eksklusif) dengan kalangan non muslim tidaklah
sebagai persahabatan ataupun persaudaraan akan tetapi untuk dakwah atau misi
agar orang lain melakukan apostasi atau pindah agama.
Sikap Inklusif,
paradigma ini menyatakan tentang pentingnya memberikan toleransi kepada orang
lain, terlebih buat yang mendasarkan pandangan keagamaannya kepada sikap tunduk
dan patuh hanya kepada tuhan. Dalam hal ini, sebagaimana penafsiran ayat kedua
di atas, kata “Islam” bukan sebagai agama, akan tetapi bermakna berserah diri.
Sikap inklusif masih memakai kacamata agama Islam sebagai landasan dalam
mencari pembenaran dalam melihat perbedaan. Dalam hal ini, secara tidak sadar
sikap inklusif masih menghendaki orang lain menempuh jalan yang sama untuk
dirinya.
Paradigma pluralis
yang berpendapat bahwa setiap agama memang punya jalannya sendiri-sendiri.
Jalan-jalan menuju tuhan tidaklah tunggal. Semua bergerak kepada satu tujuan
yaitu tuhan. Tuhan yang satu tidaklah mungkin dapat difahami secara tunggal
oleh seluruh umat beragama. Pradigma ini menilai sesuatu yang lain sebagai
seuatu yang lain. Dalam hal ini, al Quran menjelaskan dalam surat alkafirun,
bahwa agamaku untuk ku dan agamamu untukmu
0 komentar:
Post a Comment