Cegah Radikalisme lewat Pembauran
Penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan seksual terus merebak akhir-akhir ini. Sejumlah pemuda dan organisasi kepemudaan berupaya membendungnya melalui berbagai kegiatan. Mereka melakukan itu sebagai wujud cinta Tanah Air.
PEMUDA yang tergabung dalam Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Semarang, misalnya, melakukan gerilya untuk menyebarkan wacana pluralisme melalui beragam cara. Pada jagat maya, lembaga yang berdiri sejak 2005 ini memberikan wacana progresif terhadap kehidupan sosial, agama, dan keyakinan. Mereka berupaya membangun masyarakat yang dapat hidup berdampingan tanpa membeda- bedakan agama dan keyakinan.
”Media sosial sangat penting fungsinya saat ini, terlebih propaganda penyebaran paham agama yang radikal dan hasutan untuk membenci pihak tertentu. Celakanya, tidak semua orang bisa membedakan apakah itu fakta atau hasutan,” kata Ubbadul Adzkiya (28), Sekretaris Elsa, ketika ditemui di lembaga yang berlokasi di Perum Bukit Walisongo Permai, Ngaliyan, Semarang, Kamis (19/5).
Elsa secara aktif menjadikan Facebook, Twitter, juga laman website sebagai media edukasi itu. Meski demikian, kajian dan diskusi rutin maupun tematik terkait isu tertentu terus digelar. Setiap kali diskusi, lembaga yang didirikan salah satunya oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Tengah 2009- 2014, Abu Hapsin, ini berupaya untuk menggandeng berbagai kalangan.
Kecurigaan dan tindakan represif yang acap dilakukan sebagian kalangan bermula dari ketidaktahuan mereka kepada kepercayaan itu. Bahkan, menurut pria yang akrab disapa Ubed itu, ketidaktahuan juga dialami oleh aparat penegak hukum.
Pembauran Antargolongan
Upaya lain juga dilakukan melalui pembauran antargolongan masyarakat. Di Kecamatan Undaan, Kudus, misalnya, dalam waktu dekat Elsa bakal menyelenggarakan pelatihan jurnalistik dengan peserta lintas agama dan kepercayaan, termasuk dari kalangan Sedulur Sikep.
Tanpa menggunakan label pertemuan antargolongan, pelatihan diharapkan bisa menjadi sarana pembauran yang intensif bagi warga. Ia mengatakan, Elsa tidak hanya melakukan pemantauan, namun juga analisis dan pendampingan terhadap isu kebebasan agama dan berkeyakinan. Dalam kurun 2015, Elsa mencatat sedikitnya ada 14 kasus intoleransi di Jawa Tengah.
Empat kasus di antaranya belum selesai. Koalisi Benteng Nusantara di Banyumas Raya, yang berbasis di Kota Purwokerto, adalah kisah lain tentang upaya menjaga keutuhan NKRI dan mencegah paham radikal. Berawal dari kekhawatiran munculnya Islamic State (IS) di Irak dan Suriah, Benteng Nusantara ini didirikan.
Koordinator Benteng Nusantara, Yido Festiono Sudiro, mengungkapkan permasalahan krusial bangsa saat ini, salah satunya adalah semangat kebangsaan di kalangan anak-anak muda dan sebagian generasi tua yang mulai luntur. Komunitas ini juga hadir untuk mengingatkan adanya gerakangerakan yang mengancam keutuhan NKRI.
”Waktu itu, kami prihatin atas isu-isu IS (Islamic State) yang meresahkan sampai ke Banyumas, sehingga ormas dari NU, Muhammadiyah, Pemuda Pancasila (PP), Laskar Merah Putih (LMP) dan beberapa ormas lain bertemu di rumah saya, untuk membuat sikap bersama,” kata Yudo, yang juga Ketua MPC PPBanyumas.
Setelah turun ke jalan dan membuat pernyataan sikap, langkah mereka mulai mendapat dukungan dari pemerintah dan aparat keamanan. Bahkan Kodim 0701 Banyumas sempat memfasilitasi pertemuan di markas militer tersebut, termasuk mengawal saat kelompoknya turun ke jalan maupun menggelar kegiatan seminar dan diskusi.
Menurut Iteng, panggilan akrab Yudo, pihaknya tidak mungkin bergerak sendiri. Perlu ada dukungan dan sinergi dengan elemen lain. Apa yang dirintis dan dilakukan Koalisi Benteng Nusantara ini, diharapkan bisa menjalar dan menular ke elemen-elemen masyarakat yang lain.
0 komentar:
Post a Comment